DongengLah - Si Bunga Matahari
“Selamat pagi, teman-teman. Hari ini aku membawa pupuk yang sangat bagus untuk pertumbuhan kalian,” kata Pak Mot.
Di antara semua bunga matahari di sana, ada satu yang tumbuh tidak sempurna. Ia sangat kerdil dan kelopak bunganya tidak bercahaya. Pak Mot juga heran mengapa bisa begitu. Padahal ia sudah merawatnya dengan sangat baik. Mungkin belum waktunya saja bunga yang ini tumbuh besar, pikir Pak Mot.
Sementara itu, si bunga matahari yang kerdil ini merasa amat frustrasi. Ia ingin sekali seperti teman-temannya yang lain. Punya mahkota bunga yang kuning cemerlang.
Suatu hari datanglah seseorang yang ingin menjual pupuk kepada Pak Mot. Orang tersebut setengah memaksa agar Pak Mot mau membeli pupuknya.
“Kalau boleh saya bicara, pupuk ini sungguh istimewa. Lihat bunga matahari yang kerdil itu. Dengan pupuk ini masalah si bunga matahari kerdil akan segera teratasi,” rayu si penjual pupuk.
Semula Pak Mot sangat berharap apa yang dikatakan si penjual benar. Namun ketika ia meneliti pupuk yang ditawarkan tersebut, Pak Mot kecewa. Ia tidak bisa menggunakan pupuk yang tidak alami seperti itu. Walaupun mungkin bunga matahari kerdilnya akan bisa tumbuh besar dengan cepat, tetapi hasilnya tidak akan menjadi lebih baik. Bisa jadi setelah tumbuh besar bunga matahari itu langsung mati karena keracunan pupuk yang tidak alami. Karenanya dengan halus dan sopan Pak Mot menolak tawaran pupuk tersebut.
Mendengar hal itu, si penjual tampak kecewa. Bahkan sedikit marah karena menurutnya Pak Mot tidak tahu apa-apa soal pupuk. Namun ternyata yang paling kecewa adalah si bunga matahari kerdil. Ia sangat marah karena Pak Mot tidak mau membeli pupuk itu untuk dirinya.
Si penjual pupuk pun pulang dengan merengut. Karena tidak memperhatikan jalan, ia sedikit tersandung dan tanpa sadar menjatuhkan pupuknya. Pak Mot tidak memperhatikan karena ia sudah sibuk kembali bekerja. Sementara itu, si bunga matahari kerdil melihatnya. Dan dengan sedikit usaha keras, ia berhasil meraih pupuk itu dengan tangkainya.
“Kalau Pak Mot tidak mau memberiku pupuk ini, biar aku lakukan sendiri,” sungut si bunga matahari kerdil. Dan tanpa pikir panjang, ia pun memakan pupuk itu.
Sungguh ajaib! Seperti kata si penjual pupuk, pupuk tersebut memang istimewa! Hanya dalam beberapa hari, si bunga matahari kerdil sudah tumbuh besar menyaingi teman-temannya. Hingga ia tidak bisa lagi disebut kerdil. Pak Mot sangat terkejut. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pikirnya, mungkin memang sudah waktunya bunga matahari ini tumbuh besar.
Namun, pertumbuhan si bunga matahari tidak berhenti sampai di situ saja. Ia terus tumbuh hingga setinggi rumah Pak Mot. Setinggi pohon kapuk. Terus setinggi bukit. Lalu setinggi gunung. Dan akhirnya ia menutupi dengan kelopaknya seluruh pulau tempat tinggal Pak Mot.
Pada awalnya orang-orang sangat terpukau dengan si bunga matahari yang tumbuh sangat besar. Namun ketika ia sudah terlampau besar, orang-orang mulai takut padanya. Alasannya adalah karena ia menghalangi sinar matahari dan membuat bumi berguncang. Orang-orang sepakat untuk menebang si bunga matahari. Pak Mot merasa amat sedih. Namun ia tidak tahu harus berbuat apa. Bunga mataharinya telah membuat pulau Ayem gelap sepanjang hari.
Ketika orang-orang tersebut hendak menebang, si bunga matahari ternyata masih terus tumbuh. Ia sudah terlampau besar sehingga manusia tidak sanggup menebangnya. Si bunga matahari merasa lega. Ia sempat ketakutan sebelumnya.
“Pak Mot,” salah seorang dari para penebang berkata. “Bapak harus segera cari cara untuk menebang tanaman ini. Atau apa saja asal tanaman ini tidak berada di pulau Ayem lagi.”
“Ya, benar. Kami tidak suka dengan tanaman ini,” sahut yang lain.
Mendengar semua perkataan itu, si bunga matahari merasa sangat sedih. Dahulu ketika ia kerdil, ia tidak dikagumi. Dan sekarang ia jadi bunga raksasa dan keadaan malah menjadi tambah parah.
Karena sudah tidak tahan dengan semua perkataan itu, si bunga matahari mengeluarkan semua akarnya dari tanah. Ia bermaksud hendak pergi mencari tempat tinggal lain. Namun, rupanya ia masih saja terus tumbuh. Hingga akhirnya kelopak dan semua daunnya menutupi separuh permukaan bumi. Keadaan jadi kacau balau. Bumi berguncang karena tidak stabil.
Mengapa bisa begini? Mengapa? Si bunga matahari menangis tersedu-sedu. Dan karena sudah tidak ada tempat lagi di bumi, ia mencari planet lain yang bisa dihuni. Tetapi karena tubuhnya yang sangat besar, akhirnya ia hanya bisa duduk di cincin saturnus, sambil menangis.
Di keheningan alam semesta, si bunga matahari merenungi semua kejadian ini.
Kalau saja aku mengikuti Pak Mot, tidak memakai pupuk itu…
Ia kembali tersedu-sedu. Semua sudah terjadi.
Hari-hari si bunga matahari selanjutnya amatlah sepi. Ia rindu teman-temannya yang kuning cemerlang. Ia juga sangat rindu pada Pak Mot yang selalu merawatnya setiap hari. Ia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya sekarang. Bahkan ia tidak tahu harus memberi makan apa dirinya sendiri. Di sini tidak ada tanah yang bisa memberinya nutrisi. Apalagi pupuk alami dari Pak Mot.
Karenanya, meskipun tubuhnya besar, si bunga matahari sangat layu dan rapuh karena sudah lama tidak makan dan minum.
Suatu hari, si bunga matahari melihat sesuatu terbang melesat dengan sangat cepat. Kalau dilihat dari arahnya, tampaknya sesuatu itu sedang menuju atmosfer bumi.
Benda apa itu? Si bunga matahari bertanya-tanya.
Ya, ampun, itu meteor! Kalau sampai jatuh ke bumi, bisa membahayakan nyawa penduduk bumi!
Wajah Pak Mot dan seluruh penghuni kebun bunga melintas di pikiran si bunga matahari. Ia tidak ingin mereka semua celaka. Ia harus melakukan sesuatu untuk menolong bumi dan penduduknya.
Apa yang harus kulakukan? Si bunga matahari membatin panik. Ia berpikir keras.
Kemudian ia melihat banyak asteroid melayang antara planet Mars dan Jupiter. Bunga matahari pun mendapat sebuah ide. Kalau ia bisa membuat meteor ini menabrak asteroid tersebut, bumi akan bisa diselamatkan.
Sebenarnya dibanding dengan dirinya, ukuran meteor tersebut sangat kecil. Bunga matahari hanya perlu menendang meteor tersebut ke arah kumpulan asteroid. Hanya saja, tubuhnya sudah amat layu dan rapuh. Ia hampir tidak punya tenaga untuk menendang meteor itu. Namun ia tidak berputus asa. Dengan usaha keras, akhirnya ia berhasil menendang meteor tersebut ke arah kumpulan asteroid.
Ketika si meteor dan asteroid bertabrakan, kedua benda angkasa itu hancur. Malangnya, tubuh si bunga matahari yang lemah ikut terlempar ke arah kumpulan asteroid itu. Dan karena ia sudah begitu rapuh, tubuh bunga matahari pun ikut hancur…
Beberapa waktu selang kejadian tabrakan tersebut, Pak Mot mendapati sesuatu di kebun bunganya. Sebuah tunas baru saja muncul di tempat tumbuh si bunga matahari kerdil sebelumnya.
Bagaimana tunas ini bisa muncul? Aku belum menanam bibit baru di sini, Pak Mot bertanya-tanya dalam hati.
“Selamat pagi, sobat baru. Kali ini aku akan berusaha lebih baik lagi. Agar kau bisa tumbuh dengan sangat cemerlang,” kata Pak Mot sambil tersenyum.
Ternyata Pak Mot tidak tahu. Ketika si bunga matahari raksasa hancur karena tabrakan meteor, salah satu benihnya jatuh ke bumi. Tepatnya ke tempat ia semula tumbuh di kebun bunga Pak Mot.
Dan seterusnya si bunga matahari itu tumbuh dengan sehat. Tampaknya waktunya telah tiba untuk dirinya menjadi bunga matahari yang tumbuh kuning cemerlang.
“Kalau boleh saya bicara, pupuk ini sungguh istimewa. Lihat bunga matahari yang kerdil itu. Dengan pupuk ini masalah si bunga matahari kerdil akan segera teratasi,” rayu si penjual pupuk.
Semula Pak Mot sangat berharap apa yang dikatakan si penjual benar. Namun ketika ia meneliti pupuk yang ditawarkan tersebut, Pak Mot kecewa. Ia tidak bisa menggunakan pupuk yang tidak alami seperti itu. Walaupun mungkin bunga matahari kerdilnya akan bisa tumbuh besar dengan cepat, tetapi hasilnya tidak akan menjadi lebih baik. Bisa jadi setelah tumbuh besar bunga matahari itu langsung mati karena keracunan pupuk yang tidak alami. Karenanya dengan halus dan sopan Pak Mot menolak tawaran pupuk tersebut.
Mendengar hal itu, si penjual tampak kecewa. Bahkan sedikit marah karena menurutnya Pak Mot tidak tahu apa-apa soal pupuk. Namun ternyata yang paling kecewa adalah si bunga matahari kerdil. Ia sangat marah karena Pak Mot tidak mau membeli pupuk itu untuk dirinya.
Si penjual pupuk pun pulang dengan merengut. Karena tidak memperhatikan jalan, ia sedikit tersandung dan tanpa sadar menjatuhkan pupuknya. Pak Mot tidak memperhatikan karena ia sudah sibuk kembali bekerja. Sementara itu, si bunga matahari kerdil melihatnya. Dan dengan sedikit usaha keras, ia berhasil meraih pupuk itu dengan tangkainya.
“Kalau Pak Mot tidak mau memberiku pupuk ini, biar aku lakukan sendiri,” sungut si bunga matahari kerdil. Dan tanpa pikir panjang, ia pun memakan pupuk itu.
Sungguh ajaib! Seperti kata si penjual pupuk, pupuk tersebut memang istimewa! Hanya dalam beberapa hari, si bunga matahari kerdil sudah tumbuh besar menyaingi teman-temannya. Hingga ia tidak bisa lagi disebut kerdil. Pak Mot sangat terkejut. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pikirnya, mungkin memang sudah waktunya bunga matahari ini tumbuh besar.
Namun, pertumbuhan si bunga matahari tidak berhenti sampai di situ saja. Ia terus tumbuh hingga setinggi rumah Pak Mot. Setinggi pohon kapuk. Terus setinggi bukit. Lalu setinggi gunung. Dan akhirnya ia menutupi dengan kelopaknya seluruh pulau tempat tinggal Pak Mot.
Pada awalnya orang-orang sangat terpukau dengan si bunga matahari yang tumbuh sangat besar. Namun ketika ia sudah terlampau besar, orang-orang mulai takut padanya. Alasannya adalah karena ia menghalangi sinar matahari dan membuat bumi berguncang. Orang-orang sepakat untuk menebang si bunga matahari. Pak Mot merasa amat sedih. Namun ia tidak tahu harus berbuat apa. Bunga mataharinya telah membuat pulau Ayem gelap sepanjang hari.
Ketika orang-orang tersebut hendak menebang, si bunga matahari ternyata masih terus tumbuh. Ia sudah terlampau besar sehingga manusia tidak sanggup menebangnya. Si bunga matahari merasa lega. Ia sempat ketakutan sebelumnya.
“Pak Mot,” salah seorang dari para penebang berkata. “Bapak harus segera cari cara untuk menebang tanaman ini. Atau apa saja asal tanaman ini tidak berada di pulau Ayem lagi.”
“Ya, benar. Kami tidak suka dengan tanaman ini,” sahut yang lain.
Mendengar semua perkataan itu, si bunga matahari merasa sangat sedih. Dahulu ketika ia kerdil, ia tidak dikagumi. Dan sekarang ia jadi bunga raksasa dan keadaan malah menjadi tambah parah.
Karena sudah tidak tahan dengan semua perkataan itu, si bunga matahari mengeluarkan semua akarnya dari tanah. Ia bermaksud hendak pergi mencari tempat tinggal lain. Namun, rupanya ia masih saja terus tumbuh. Hingga akhirnya kelopak dan semua daunnya menutupi separuh permukaan bumi. Keadaan jadi kacau balau. Bumi berguncang karena tidak stabil.
Mengapa bisa begini? Mengapa? Si bunga matahari menangis tersedu-sedu. Dan karena sudah tidak ada tempat lagi di bumi, ia mencari planet lain yang bisa dihuni. Tetapi karena tubuhnya yang sangat besar, akhirnya ia hanya bisa duduk di cincin saturnus, sambil menangis.
Di keheningan alam semesta, si bunga matahari merenungi semua kejadian ini.
Kalau saja aku mengikuti Pak Mot, tidak memakai pupuk itu…
Ia kembali tersedu-sedu. Semua sudah terjadi.
Hari-hari si bunga matahari selanjutnya amatlah sepi. Ia rindu teman-temannya yang kuning cemerlang. Ia juga sangat rindu pada Pak Mot yang selalu merawatnya setiap hari. Ia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya sekarang. Bahkan ia tidak tahu harus memberi makan apa dirinya sendiri. Di sini tidak ada tanah yang bisa memberinya nutrisi. Apalagi pupuk alami dari Pak Mot.
Karenanya, meskipun tubuhnya besar, si bunga matahari sangat layu dan rapuh karena sudah lama tidak makan dan minum.
Suatu hari, si bunga matahari melihat sesuatu terbang melesat dengan sangat cepat. Kalau dilihat dari arahnya, tampaknya sesuatu itu sedang menuju atmosfer bumi.
Benda apa itu? Si bunga matahari bertanya-tanya.
Ya, ampun, itu meteor! Kalau sampai jatuh ke bumi, bisa membahayakan nyawa penduduk bumi!
Wajah Pak Mot dan seluruh penghuni kebun bunga melintas di pikiran si bunga matahari. Ia tidak ingin mereka semua celaka. Ia harus melakukan sesuatu untuk menolong bumi dan penduduknya.
Apa yang harus kulakukan? Si bunga matahari membatin panik. Ia berpikir keras.
Kemudian ia melihat banyak asteroid melayang antara planet Mars dan Jupiter. Bunga matahari pun mendapat sebuah ide. Kalau ia bisa membuat meteor ini menabrak asteroid tersebut, bumi akan bisa diselamatkan.
Sebenarnya dibanding dengan dirinya, ukuran meteor tersebut sangat kecil. Bunga matahari hanya perlu menendang meteor tersebut ke arah kumpulan asteroid. Hanya saja, tubuhnya sudah amat layu dan rapuh. Ia hampir tidak punya tenaga untuk menendang meteor itu. Namun ia tidak berputus asa. Dengan usaha keras, akhirnya ia berhasil menendang meteor tersebut ke arah kumpulan asteroid.
Ketika si meteor dan asteroid bertabrakan, kedua benda angkasa itu hancur. Malangnya, tubuh si bunga matahari yang lemah ikut terlempar ke arah kumpulan asteroid itu. Dan karena ia sudah begitu rapuh, tubuh bunga matahari pun ikut hancur…
Beberapa waktu selang kejadian tabrakan tersebut, Pak Mot mendapati sesuatu di kebun bunganya. Sebuah tunas baru saja muncul di tempat tumbuh si bunga matahari kerdil sebelumnya.
Bagaimana tunas ini bisa muncul? Aku belum menanam bibit baru di sini, Pak Mot bertanya-tanya dalam hati.
“Selamat pagi, sobat baru. Kali ini aku akan berusaha lebih baik lagi. Agar kau bisa tumbuh dengan sangat cemerlang,” kata Pak Mot sambil tersenyum.
Ternyata Pak Mot tidak tahu. Ketika si bunga matahari raksasa hancur karena tabrakan meteor, salah satu benihnya jatuh ke bumi. Tepatnya ke tempat ia semula tumbuh di kebun bunga Pak Mot.
Dan seterusnya si bunga matahari itu tumbuh dengan sehat. Tampaknya waktunya telah tiba untuk dirinya menjadi bunga matahari yang tumbuh kuning cemerlang.
0 komentar: