Minggu, 27 Januari 2019


              Pada sutu hari di sebuah peternakan, tinggalah seorang anak gembala. Dia biasa menggembalakan dombanya di sebuah padang rumput. Tapi serigala sering datang dan memangsa domba-domba yang di gembalakanya.

             Akhirnya tinggal satu anak kambing saja yang dia miliki. Merasa butuh bantuan, anak itu memutuskan untuk pergi ke desa yang berada di pinggir hutan untuk mencari petolongan menghadapi serigala-serigala itu. Karena jika terus di biarkan, maka peternakanya tak akan dapat di gunakan lagi karena tak aman. 

            Sementara dia pergi, dia menaruh anak kambingnya yang tinggal satu ekor di atas atap. Tujuanya agar anak kambing itu aman selama kepergianya. Tak lupa dia juga menyiapkan rumput di samping anak kambing itu.

            Setelah anak gembala itu pergi, para kawanan serigala datang lagi ke area peternakan. Merasa aman karena tak ada orang, mereka dengan leluasa memasuki area peternakan dan menjelajah dari satu gudang ke gudang yang lain. 

            Tapi mereka sedikit kecewa, karena mereka tak mendapati apa-apa. Waktu itu bertepatan si anak kambing yang berada di atas atap ingin memakan rumput yang di taruh di pinggir atap itu. Melihat para serigala yang datang, anak kambing itu melihat mereka sejenak. “ Ah, mereka itu bodoh. Tak mungkin mereka bisa naik ke atas sini”. Fikir anak kambing itu.

            Merasa dirinya aman, anak kambing itu bukanya bersembunyi malah memanggil para serigala itu. Tentu saja para serigala langsung mendatangi dan berkerumun di bawahnya. Tapi karena anak kambing itu merasa aman berada di atas atap, malah muncul sifat sombongnya dan mengejek para serigala yang ada di bawahnya. 

            Para serigala hanya diam saja, seakan ada yang mereka tunggu. Tak sepatah kata pun mereka ucapkan untuk membalas anak kambing itu. Akhirnya karena lelah berteriak mengejek para serigala, anak kambing itu merasa lapar. Dan dia berniat memakan rumput yang berada di pinggir atap. Tapi sial, karena dia ceroboh akhirnya anak kambing itu terpeleset dan jatuh dari atap. Dan tanpa menunggu waktu lama, para serigala pun langsung memangsanya.

              Pada sutu hari di sebuah peternakan, tinggalah seorang anak gembala. Dia biasa menggembalakan dombanya di sebuah padang rumput. Tapi serigala sering datang dan memangsa domba-domba yang di gembalakanya.

             Akhirnya tinggal satu anak kambing saja yang dia miliki. Merasa butuh bantuan, anak itu memutuskan untuk pergi ke desa yang berada di pinggir hutan untuk mencari petolongan menghadapi serigala-serigala itu. Karena jika terus di biarkan, maka peternakanya tak akan dapat di gunakan lagi karena tak aman. 

            Sementara dia pergi, dia menaruh anak kambingnya yang tinggal satu ekor di atas atap. Tujuanya agar anak kambing itu aman selama kepergianya. Tak lupa dia juga menyiapkan rumput di samping anak kambing itu.

            Setelah anak gembala itu pergi, para kawanan serigala datang lagi ke area peternakan. Merasa aman karena tak ada orang, mereka dengan leluasa memasuki area peternakan dan menjelajah dari satu gudang ke gudang yang lain. 

            Tapi mereka sedikit kecewa, karena mereka tak mendapati apa-apa. Waktu itu bertepatan si anak kambing yang berada di atas atap ingin memakan rumput yang di taruh di pinggir atap itu. Melihat para serigala yang datang, anak kambing itu melihat mereka sejenak. “ Ah, mereka itu bodoh. Tak mungkin mereka bisa naik ke atas sini”. Fikir anak kambing itu.

            Merasa dirinya aman, anak kambing itu bukanya bersembunyi malah memanggil para serigala itu. Tentu saja para serigala langsung mendatangi dan berkerumun di bawahnya. Tapi karena anak kambing itu merasa aman berada di atas atap, malah muncul sifat sombongnya dan mengejek para serigala yang ada di bawahnya. 

            Para serigala hanya diam saja, seakan ada yang mereka tunggu. Tak sepatah kata pun mereka ucapkan untuk membalas anak kambing itu. Akhirnya karena lelah berteriak mengejek para serigala, anak kambing itu merasa lapar. Dan dia berniat memakan rumput yang berada di pinggir atap. Tapi sial, karena dia ceroboh akhirnya anak kambing itu terpeleset dan jatuh dari atap. Dan tanpa menunggu waktu lama, para serigala pun langsung memangsanya.

              Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang lelaki yang bernama Towjatuwa di tepian sungai Tami di tanah Irian Jaya.

              Lelaki itu sedang merasa gundah, karena istrinya yang sedang hamil tua mengalami kesulitan dalam melahirkan. Untuk membantu melahirkan anaknya itu, ia membutuhkan operasi yang menggunakan batu tajam dari sungan Tami.

             Keesokan harinya, Towjatuwa pun memutuskan untuk pergi ke tepi sungai Tami untuk mencari batu tersebut. Dalam perjalanan Towjatuwa pun berpikir apakah dirinya bisa mendapat batu tersebut.

              Sesampainya di sungai Tami, ia pun mulai mencari batu tersebut. Ketika ia sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar suara yang aneh dari sisi belakangnya. Alangkah terkejutnya Towjatuwa ketika ia melihat seekor buaya yang sangat besar di depannya. Ia pun sangat ketakutan dan hampir pingsan. 

             Buaya besar itu pun perlahan bergerak mendekati Towjatuwa. Tidak seperti buaya lainnya, binatang ini memiliki bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya. Sehingga ketika buaya itu bergerak, binatang itu nampak menyeramkan dan menakutkan.

             Towjatuwa pun berpikir untuk lari dan berhenti untuk mencari batu tajam. Namun, saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya tersebut menyapanya dengan ramah.

“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Tanya Si Buaya.
“Saya sedang mencari batu tajam,” sahut Towjatuwa dengan rasa gugup ketakutan.
“Untuk apa batu tajam itu?” balas Si Buaya.
“Istri saya sedang hamil tua dan membutuhkan batu tersebut untuk membantu proses melahirkannya!!!” jawab Towjatuwa.
“Tidak usah khawatir, saya akan datang kerumahmu nanti malam. Saya akan menolong istrimu melahirkan.”

             Dengan rasa penasaran disertai rasa gembira Towjatuwa pun beranjak pulang ke rumahnya menemui sang isteri tersebut. Dengan rasa sangat bahagia, ia pun menceritakan perihal pertemuannya dengan seekor buaya ajaib di sunagi Tami.

             Malam itu pun tiba, seperti yang dijanjikan, buaya ajaib itu datang ke rumah Towjatuwa. Buaya itu pun memasuki rumah Towjatuwa. Dengan kekuatan ajaibnya, buaya yang bernama Watuwe itu menolong proses kelahiran seorang bayi laki-laki dengan selamat.

             Bayi laki-laki itu pun diberi nama Narrowa. Watuwe meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan tumbuh menjadi seorang pemburu yang handal.

             Watuwe lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak membunuh dan memakan daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar, maka Towjatuwa dan seluruh keturunannya akan mati. Sejak saat itulah, Towjatuwa dan keturunannya berjanji untuk melindungi binatang yang berada di sekitar sungai Tami terutama buaya dari para pemburu.

              Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang lelaki yang bernama Towjatuwa di tepian sungai Tami di tanah Irian Jaya.

              Lelaki itu sedang merasa gundah, karena istrinya yang sedang hamil tua mengalami kesulitan dalam melahirkan. Untuk membantu melahirkan anaknya itu, ia membutuhkan operasi yang menggunakan batu tajam dari sungan Tami.

             Keesokan harinya, Towjatuwa pun memutuskan untuk pergi ke tepi sungai Tami untuk mencari batu tersebut. Dalam perjalanan Towjatuwa pun berpikir apakah dirinya bisa mendapat batu tersebut.

              Sesampainya di sungai Tami, ia pun mulai mencari batu tersebut. Ketika ia sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar suara yang aneh dari sisi belakangnya. Alangkah terkejutnya Towjatuwa ketika ia melihat seekor buaya yang sangat besar di depannya. Ia pun sangat ketakutan dan hampir pingsan. 

             Buaya besar itu pun perlahan bergerak mendekati Towjatuwa. Tidak seperti buaya lainnya, binatang ini memiliki bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya. Sehingga ketika buaya itu bergerak, binatang itu nampak menyeramkan dan menakutkan.

             Towjatuwa pun berpikir untuk lari dan berhenti untuk mencari batu tajam. Namun, saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya tersebut menyapanya dengan ramah.

“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Tanya Si Buaya.
“Saya sedang mencari batu tajam,” sahut Towjatuwa dengan rasa gugup ketakutan.
“Untuk apa batu tajam itu?” balas Si Buaya.
“Istri saya sedang hamil tua dan membutuhkan batu tersebut untuk membantu proses melahirkannya!!!” jawab Towjatuwa.
“Tidak usah khawatir, saya akan datang kerumahmu nanti malam. Saya akan menolong istrimu melahirkan.”

             Dengan rasa penasaran disertai rasa gembira Towjatuwa pun beranjak pulang ke rumahnya menemui sang isteri tersebut. Dengan rasa sangat bahagia, ia pun menceritakan perihal pertemuannya dengan seekor buaya ajaib di sunagi Tami.

             Malam itu pun tiba, seperti yang dijanjikan, buaya ajaib itu datang ke rumah Towjatuwa. Buaya itu pun memasuki rumah Towjatuwa. Dengan kekuatan ajaibnya, buaya yang bernama Watuwe itu menolong proses kelahiran seorang bayi laki-laki dengan selamat.

             Bayi laki-laki itu pun diberi nama Narrowa. Watuwe meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan tumbuh menjadi seorang pemburu yang handal.

             Watuwe lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak membunuh dan memakan daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar, maka Towjatuwa dan seluruh keturunannya akan mati. Sejak saat itulah, Towjatuwa dan keturunannya berjanji untuk melindungi binatang yang berada di sekitar sungai Tami terutama buaya dari para pemburu.


            Di suatu hutan, seekor Serigala mengejar Tikus untuk dijadikan santapan makan malamnya. "Waduh, Serigala mengejarku, bagaimana ini ? Batin tikus yang ketakutan lalu lari secepat-cepatnya. Setelah beberapa saat mengejar, tertangkaplah si Tikus. 

           "Hap  kena juga kamu, Tikus!" kata Serigala setelah tertangkap, si Tikus berpikir keras bagaimana bisa lolos dari Serigala.

           "Tolong  tolong.!" teriak Tikus, Serigala menggigit Tikus dan membawanya ke sarang. Tikus yang berada di antara gigi-gigi serigala meronta-ronta ketakutan.
"Hei, pak Serigala, tolong lepaskan aku !" kata Tikus.

          "Memang kenapa, Tikus./. aku sudah lapar sekali ni . . !" jawab Serigala.
Tikus ketakutan karena sebentar lagi ia akan menjadi santapan malam Serigala. Serigala sombong tertawa keras-keras mendengar ucapan Tikus, sepertinya tak mungkin hewan sekuat serigala meminta tolong kepada hewan selemah tikus. "Ha . . . ha . . . ha . . .!" Serigala tertawa, sehingga mulutnya terbuka. Lalu Tikus terlepas dari gigitan Serigala dan langsung melompat.

           Setelah melompat, Tikus lalu lari dengan sekencang-kencangnya ke arah semak-semak dan tikus bernapas lega. Tinggalah Serigala menyesali hilangnya mangsa yang sudah ada di mulunya.

           Beberapa hari kemudian, Serigala sedang berjalan-jalan di hutan untuk mencari mangsa untuk santap malam. Serigala tidak menyadari ada jaring yang di pasang pemburu untuk menjebak hewan-hewan. Karen Serigala sombong, maka Serigala tidak menyadari ada bahaya mengintai, dan srreet . . . Serigala terjebak jaring pemburu. "Waduh, bagaimana ini ,aku minta tolong dengan siapa ya . . ?" Pikir Serigala.

          Serigala setengah hari terjerat oleh jaring, tiba-tiba seekor Tikus melihatnya. "Lho .itu Serigala jahat, yang mau memakanku" Kata Tikus.
"Tolong  tolong . !" teriak Serigala.

           Serigala setengah hari terjerat oleh jaring, tiba-tiba seekor tikus melihatnya. "Lho itu Serigala jahat yang mau memakanku" kata Tikus.

            "Kasihan juga, aku tolonglah  !" kata Tikus, lalu menggigit-gigit jaring hingga putus. Serigala malu melihat tikus menolongnya karena giginya tajam maka dengan sekejab robeklah jaring itu.

             Setelah jaringnya sobek besar, maka Serigala bisa keluar dari jaring, lalu mereka menatap jaring yang tergantung di pohon. Serigala menghampiri Tikus, lalu mengajaknya berjabat tangan. "Tikus , aku minta maaf atas kejadian kemarin ya ?" kata Serigala. " Ya ,sudahlah, yang penting sekarang kamu selamat, kan!" kata Tikus.

            Lalu keduanya duduk-duduk, karena tikus badannya kecil, maka tikus duduk diatas batu. "Betulkan Serigala , hewan sekuat dan sebesarmu, juga membutuhkan pertolongan kepada hewan sekecilku .!" kata Tikus. " Ia sih makanya aku sangat menyesal sering menyakiti hewan-hewan yang lebih kecil, sekarang aku sadar !" Kata serigala dengan menyesal.

           Serigala lalu pulang ke rumahnya, dan merenungi diri sendiri, lalu menyadari betapa jahatnya dia selama ini, maka mulai saat itu serigala berubah menjadi tidak jahat lagi.

          Lalu keesokan harinya Serigala bersama Tikus menghampiri hewan-hewan di hutan ini untuk meminta maaf. " Hore hore !" hewan-hewan berteriak kegirangan, melihat serigala berubah menjadi baik.

          Sejak itu serigala sering terlihat berdua di hutan dengan Tikus sahabat baiknya yang baru, bermain dan mencari makanan selalu dilakukan berdua. Serigala semakin banyak teman, karena sekarang ia menjadi baik dan tidak sombong lagi.


            Di suatu hutan, seekor Serigala mengejar Tikus untuk dijadikan santapan makan malamnya. "Waduh, Serigala mengejarku, bagaimana ini ? Batin tikus yang ketakutan lalu lari secepat-cepatnya. Setelah beberapa saat mengejar, tertangkaplah si Tikus. 

           "Hap  kena juga kamu, Tikus!" kata Serigala setelah tertangkap, si Tikus berpikir keras bagaimana bisa lolos dari Serigala.

           "Tolong  tolong.!" teriak Tikus, Serigala menggigit Tikus dan membawanya ke sarang. Tikus yang berada di antara gigi-gigi serigala meronta-ronta ketakutan.
"Hei, pak Serigala, tolong lepaskan aku !" kata Tikus.

          "Memang kenapa, Tikus./. aku sudah lapar sekali ni . . !" jawab Serigala.
Tikus ketakutan karena sebentar lagi ia akan menjadi santapan malam Serigala. Serigala sombong tertawa keras-keras mendengar ucapan Tikus, sepertinya tak mungkin hewan sekuat serigala meminta tolong kepada hewan selemah tikus. "Ha . . . ha . . . ha . . .!" Serigala tertawa, sehingga mulutnya terbuka. Lalu Tikus terlepas dari gigitan Serigala dan langsung melompat.

           Setelah melompat, Tikus lalu lari dengan sekencang-kencangnya ke arah semak-semak dan tikus bernapas lega. Tinggalah Serigala menyesali hilangnya mangsa yang sudah ada di mulunya.

           Beberapa hari kemudian, Serigala sedang berjalan-jalan di hutan untuk mencari mangsa untuk santap malam. Serigala tidak menyadari ada jaring yang di pasang pemburu untuk menjebak hewan-hewan. Karen Serigala sombong, maka Serigala tidak menyadari ada bahaya mengintai, dan srreet . . . Serigala terjebak jaring pemburu. "Waduh, bagaimana ini ,aku minta tolong dengan siapa ya . . ?" Pikir Serigala.

          Serigala setengah hari terjerat oleh jaring, tiba-tiba seekor Tikus melihatnya. "Lho .itu Serigala jahat, yang mau memakanku" Kata Tikus.
"Tolong  tolong . !" teriak Serigala.

           Serigala setengah hari terjerat oleh jaring, tiba-tiba seekor tikus melihatnya. "Lho itu Serigala jahat yang mau memakanku" kata Tikus.

            "Kasihan juga, aku tolonglah  !" kata Tikus, lalu menggigit-gigit jaring hingga putus. Serigala malu melihat tikus menolongnya karena giginya tajam maka dengan sekejab robeklah jaring itu.

             Setelah jaringnya sobek besar, maka Serigala bisa keluar dari jaring, lalu mereka menatap jaring yang tergantung di pohon. Serigala menghampiri Tikus, lalu mengajaknya berjabat tangan. "Tikus , aku minta maaf atas kejadian kemarin ya ?" kata Serigala. " Ya ,sudahlah, yang penting sekarang kamu selamat, kan!" kata Tikus.

            Lalu keduanya duduk-duduk, karena tikus badannya kecil, maka tikus duduk diatas batu. "Betulkan Serigala , hewan sekuat dan sebesarmu, juga membutuhkan pertolongan kepada hewan sekecilku .!" kata Tikus. " Ia sih makanya aku sangat menyesal sering menyakiti hewan-hewan yang lebih kecil, sekarang aku sadar !" Kata serigala dengan menyesal.

           Serigala lalu pulang ke rumahnya, dan merenungi diri sendiri, lalu menyadari betapa jahatnya dia selama ini, maka mulai saat itu serigala berubah menjadi tidak jahat lagi.

          Lalu keesokan harinya Serigala bersama Tikus menghampiri hewan-hewan di hutan ini untuk meminta maaf. " Hore hore !" hewan-hewan berteriak kegirangan, melihat serigala berubah menjadi baik.

          Sejak itu serigala sering terlihat berdua di hutan dengan Tikus sahabat baiknya yang baru, bermain dan mencari makanan selalu dilakukan berdua. Serigala semakin banyak teman, karena sekarang ia menjadi baik dan tidak sombong lagi.
 


              Di pagi yang cerah, berjalan Pak Tani, anaknya, dan seekor keledai, nereka hendak pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Tak jauh di belakang mereka bertiga, berjalan rombongan Pemuda yang nampaknya juga hendak pergi ke pasar. Anak anak itu segera menyusul langkah Pak Tani, dan ketika mereka sudah dekat terdengar mereka sedang menertawakannya. 

              Salah seorang anak itu berteriak dengan kasar padanya,"Lihat orang orang dungu itu! Mereka berjalan kaki sedangkan mereka bisa saja naik keledai!" Anak anak itu terus berlalu mendahului pak Tani dan anaknya. "Mereka benar, Anakku!" kata Pak Tani. "Kita orang orang bodoh." Dia lalu menaikkan anaknya di atas punggung keledai, mereka lalu melanjutkan perjalanan.

             Tak berapa lama mereka berpapasan dengan beberapa orang Pedagang. "Lihat!" kata seorang di antara mereka sambil menunjuk keledai dan anak yang menumpanginya. "Itulah yang baru saja kukatakan! Anak muda sekarang tidak peduli pada orangtuanya. 

             Lihat lah anak itu, dia enak-enakan naik keledai sedangkan bapaknya harus berjalan kaki!" Ketika para lelaki itu telah lewat, Pak Tani berkata, "Turunlah anakku, sekarang bapak yang akan naik keledai."

             Pak Tani kemudian duduk di punggung keledai dan mereka berjalan lagi menaiki jalanan yang agak menanjak. Kemudian mereka bertemu seorang nenek tua. Dia memegang erat erat syal yang membungkus bahunya yang kurus.

            "Bagaimana mungkin kamu membiarkan anakmu berlari kelelahan di belakangmu sedangkan kamu enak naik keledai!" sambil lewat wanita itu mencela Pak Tani. Pak Tani dengan malu lalu mengangkat anaknya naik bersama di atas keledai.

             Baru saja mereka hendak memulai perjalanan, menyusul beberapa orang lelaki. "Cukup jelas!" tuduh seorang di antara mereka. "Keledai itu pasti bukan punyamu! Kalau punyamu, pasti kamu tidak akan membiarkan binatang itu dinaiki dua orang. Punggungnya bisa patah!" Sekarang Pak Tani mulai bingung. 

             Dia menurunkan anaknya, lalu mengikat kaki keledai dan lalu menggendong keledai itu di punggungnya. Si keledai melenguh dan meronta ronta tidak nyaman. Ketika mereka melewati sebuah jembatan, keledai itu lepas dari gendongan lalu jatuh tercebur ke dalam sungai. 

             Dengan cepat keledai itu berenang ke pinggir sungai lalu lari cepat-cepat ke padang rumput. Pak Tani mencoba menyenangkan semua orang, tapi dia bahkan dia tidak bisa menyenangkan keledainya.
 


              Di pagi yang cerah, berjalan Pak Tani, anaknya, dan seekor keledai, nereka hendak pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Tak jauh di belakang mereka bertiga, berjalan rombongan Pemuda yang nampaknya juga hendak pergi ke pasar. Anak anak itu segera menyusul langkah Pak Tani, dan ketika mereka sudah dekat terdengar mereka sedang menertawakannya. 

              Salah seorang anak itu berteriak dengan kasar padanya,"Lihat orang orang dungu itu! Mereka berjalan kaki sedangkan mereka bisa saja naik keledai!" Anak anak itu terus berlalu mendahului pak Tani dan anaknya. "Mereka benar, Anakku!" kata Pak Tani. "Kita orang orang bodoh." Dia lalu menaikkan anaknya di atas punggung keledai, mereka lalu melanjutkan perjalanan.

             Tak berapa lama mereka berpapasan dengan beberapa orang Pedagang. "Lihat!" kata seorang di antara mereka sambil menunjuk keledai dan anak yang menumpanginya. "Itulah yang baru saja kukatakan! Anak muda sekarang tidak peduli pada orangtuanya. 

             Lihat lah anak itu, dia enak-enakan naik keledai sedangkan bapaknya harus berjalan kaki!" Ketika para lelaki itu telah lewat, Pak Tani berkata, "Turunlah anakku, sekarang bapak yang akan naik keledai."

             Pak Tani kemudian duduk di punggung keledai dan mereka berjalan lagi menaiki jalanan yang agak menanjak. Kemudian mereka bertemu seorang nenek tua. Dia memegang erat erat syal yang membungkus bahunya yang kurus.

            "Bagaimana mungkin kamu membiarkan anakmu berlari kelelahan di belakangmu sedangkan kamu enak naik keledai!" sambil lewat wanita itu mencela Pak Tani. Pak Tani dengan malu lalu mengangkat anaknya naik bersama di atas keledai.

             Baru saja mereka hendak memulai perjalanan, menyusul beberapa orang lelaki. "Cukup jelas!" tuduh seorang di antara mereka. "Keledai itu pasti bukan punyamu! Kalau punyamu, pasti kamu tidak akan membiarkan binatang itu dinaiki dua orang. Punggungnya bisa patah!" Sekarang Pak Tani mulai bingung. 

             Dia menurunkan anaknya, lalu mengikat kaki keledai dan lalu menggendong keledai itu di punggungnya. Si keledai melenguh dan meronta ronta tidak nyaman. Ketika mereka melewati sebuah jembatan, keledai itu lepas dari gendongan lalu jatuh tercebur ke dalam sungai. 

             Dengan cepat keledai itu berenang ke pinggir sungai lalu lari cepat-cepat ke padang rumput. Pak Tani mencoba menyenangkan semua orang, tapi dia bahkan dia tidak bisa menyenangkan keledainya.


                   Kerajaan Palembang pada zaman dahulu diperintah oleh penguasa yang bergelar Suhunan. Suhunan yang memerintah ketika itu melaksanakan pemerintahannya dengan adil dan bijaksana. Segenap rakyat Palembang menghormati, mencintai, dan mematuhi titah Suhunan.

                   Suatu hari Suhunan mendengarakan tibanya pasukan Belanda untuk menyerang dan menjajah Palembang. Suhunan lantas menyiagakan segenap kekuatan untuk menghadapinya. Rakyat Palembang pun bersatu padu di belakang Suhunan. 

                   Mereka tidak ingin menjadi jajahan bangsa asing yang terkenal serakah, kejam, dan sewenang-wenang. Mereka nyatakan kesanggupan mereka untuk berkorban jiwa dan raga demi negeri tercinta.

                   Suhunan menunjuk dan menugaskan tiga kesatria perempuan Palembang untuk membantu pertahanan Kerajaan Palembang. Ketiganya adalah Putri Kembang Mustika, Putri Darah Putih, dan Putri Iran. Ketiganya ternama kesaktian dan keperwiraannya. Suhunan memerintahkan pula bagi mereka untuk menjadi pengawal pribadinya.

                   Kerajaan Palembang terus memperkuat pertahanannya. Berbagai senjata telah disiagakan. Begitu pula dengan meriam-meriam telah disiapkan menghadap sungai Musi yang diperkirakan akan menjadi pintu masuk datangnya pasukan penjajah tersebut.

                  Benar perkiraan mereka. Pasukan Kompeni Belanda dengan menaiki kapal-kapal besar memasuki Palembang melalui sungai Musi. Kedatangannya segera disambut dengan serangan gencar. Peluru-peluru meriam beterbangan ke arah kapal-kapal pasukan Kompeni Belanda, menimbulkan kerusakan dan kehancuran. 

                  Kian gencar serangan kekuatan Kerajaan Palembang itu hingga pasukan Kompeni Belanda memutuskan untuk mundur. Bersorak-sorailah kekuatan Kerajaan Palembang mendapati mundurnya pasukan Kompeni Belanda yang berniat menjajah negeri mereka. Mereka menyangka pasukan Kompeni Belanda tidak akan berani lagi datang ke Palembang.

                   Perkiraan rakyat Palembang meleset, sebulan kemudian pasukan Kompeni Belanda kembali datang. Jauh lebih banyak kekuatan pasukan mereka dibandingkan kedatangan mereka yang pertama. Ketika itu kekuatan Kerajaan Palembang tidak setangguh dan sesiap seperti ketika mereka menghadapi tibanya pasukan Kompeni Belanda sebulan sebelumnya. Pasukan Kompeni Belanda dapat memporak-porandakan kekuatan Kerajaan Palembang hingga rakyat Palembang tercerai- berai dan berlarian untuk menyelamatkan diri.

                  Suhunan tetap bertahan dan terus menggelorakan semangat perlawanan. Begitu pula dengan Putri Kembang Mustika, Putri Darah Putih, dan Putri Iran. Ketiganya tetap berada di dekat Suhunan dan siap menangkis serangan yang mernbahayakan jiwa penguasa Kerajaan Palembang itu.Dongeng Cerita Rakyat Nusantara Kisah Ratu Agung

                  Menghadapi kekuatan pasukan Kompeni Belanda itu Putri Kembang Mustika menunjukkan kesaktian luar biasanya. Ketika peluru-peluru meriam datang berdesingan, ia bergerak sigap lagi gesit untuk menangkapnya. Kesaktian Putri Kembang Mustika itu benar-benar mencengangkan dan membuat pasukan Kompeni Belanda keheranan. 

                   Berulang-ulang peluru meriam ditembakkan, berulang-ulang pula Putri Kembang Mustika dapat menangkapnya dengan mudah. Persediaan peluru meriam pasukan Kompeni Belanda terus berkurang karena peluru-peluru yang mereka tembakkan menjadi sia-sia karena ditangkap Putri Kembang Mustika. Mereka akhirnya memilih mundur setelah peluru-peluru meriam mereka habis dan serangan balik kekuatan Kerajaan Palembang kian deras tertuju kepada mereka.

                  Suhunan sangat bangga dan kagum mendapati kehebatan Putri Kembang Mustika. Suhunan kemudian mengangkat Putri Kembang Mustika menjadi saudara Putri Darah Putih dan menggelari Putri Kembang Mustika dengan gelar Ratu Agung.

                 Dua kali berniat menundukkan dan menjajah Palembang namun dua kali itu pula mereka terpukul mundur membuat pasukan Kompeni Belanda tidak lagi berniat menyerang Palembang.

                  Palembang kembali aman dan damai. Suhunan kembali memerintah dengan segala keadilan dan kebijaksanaannya yang senantiasa mengutamakan kesejahteraan. Sayang, tidak semua orang Palembang senang berada dalam kedamaian itu. Salah seorang dari mereka yang tidak senang itu bahkan termasuk kerabat dekat Suhunan sendiri, adik kandung Suhunan sendiri.

                  Adik kandung Suhunan berniat menjadi suhunan. Ia lantas merencanakan siasat licik. Ia mengirimkan sepucuk surat ke Kerajaan Belanda. Disebutkannya kekuatan Palembang waktu itu tidak lagi tangguh dan perkasa. Jika kekuatan Kerajaan Belanda menyerang, niscaya Kerajaan Palembang akan dapat ditaklukkan. Terlebih- Iebih, ia akan membantu memperlemah kekuatan Kerajaan Palembang dari dalam. Untuk semua itu adik kandung Suhunan meminta imbalan dengan diangkat menjadi Suhunan.

                  Kekuatan Kerajaan Belanda segera disiagakan dan diberangkatkan menuju Palembang. Mereka telah menyiapkan siasat khusus untuk mengalahkan kekuatan Kerajaan Palembang. Mereka telah membungkus ringgit-ringgit hingga membentuk bulatan-bulatan seperti peluru-peluru meriam. Jika meriam ditembakkan, ringgit-ringgit itu beterbangan. Rakyat Palembang tentu akan berebut ringgit-ringgit itu hingga mengabaikan pertahanan mereka.

                 Di Palembang sendiri adik kandung Suhunan telah pula menyiapkan siasat khusus. Dengan diam-diam ia membuang peluru-peluru meriam dan menggantinya dengan buah-buah jeruk yang dibentuknya menyerupai peluru meriam.

                 Pasukan Kompeni Belanda akhirnya tiba di Palembang, Suhunan segera menyiagakan kekuatannya untuk menghadapi dan menghalau. Meriam-meriam disiagakan dan tak berapa lama kemudian mulai ditembakkan. 

                 Amat terperanjat para prajurit penembak meriam ketika mendapati tembakan mereka tidak berdampak apapun setelah mengena pada sasaran yang mereka bidik. Baru kemudian mereka dapati kemudian jika peluru- peluru yang mereka gunakan untuk menembak ternyata hanyalah buah-buah jeruk!

                Adapun siasat yang diterapkan pasukan Kompeni Belanda berjalan sesuai rencana mereka. Ketika buntalan-buntalan berisi ringgit-ringgit itu ditembakkan, rakyat berebut mengambil ringgit-ringgit yang beterbangan dan berjatuhan. 

                Rakyat menjadi lengah dan tidak membantu para prajurit Kerajaan Palembang yang tengah menghadapi kekuatan pasukan Kompeni Belanda. Porak-porandalah akhirnya kekuatan Kerajaan Palembang.

               Menghadapi keadaan genting tersebut Putri Kembang Mustika, Putri Darah Putih, dan Putri Iran segera mengungsikan Suhunan.

               Mundurnya Suhunan segera diikuti kerabat dan juga para prajurit Palembang. Istana kerajaan pun akhirnya kosong ketika pasukan Kerajaan Belanda memasukinya. Mereka hanya menemukan adik kandung Suhunan yang terlihat gembira menyambut kedatangan mereka.

               Adik kandung Suhunan menghadap Raja Belanda. Katanya, “Hamba yang telah mengirim surat kepada Tuan. Hamba juga telah melemahkan pasukan Kerajaan Palembang dengan mengganti peluru-peluru meriam mereka dengan buah-buah jeruk.

                Bukankah serangan mereka menjadi sia-sia dan tidak berarti? Bukankah pasukan Belanda akhirnya dapat mengalahkan kekuatan Palembang dengan mudah? Itu semua karena jerih payah hamba, Tuan. Oleh karena itu hendaklah Tuan mengangkat hamba menjadi Suhunan yang baru.”

                 Raja Belanda mencibirkan bibirnya. “Engkau telah nyata-nyata mengkhianati saudara kandung dan juga negerimu sendiri! Engkau tega hati untuk melakukannya hanya karena keserakahan dan keinginanmu semata-mata untuk berkuasa. Maka, jika engkau kuangkat menjadi Suhunan, niscaya engkau pun pasti akan tega hati untuk mengkhianatiku di kemudian hari!”

                Mati-matian adik kandung Suhunan memberikan janji-janjinya untuk senantiasa setia terhadap Raja Belanda.

               “Sifatmu bukan menunjukkan sifat orang yang setia. Engkau bersifat pengkhianat. Seorang Suhunan tidak seharusnya bersifat khianat seperti dirimu itu!” jawab Raja Belanda.

               Alangkah kecewanya adik kandung Suhunan mendengar jawaban Raja Belanda. Sama sekali ia tidak menduga mendapat jawaban seperti itu dari Raja Belanda. Musnahlah harapannya untuk menjadi Suhunan. Ia terjepit dan merasa sama sekali tidak berdaya. Terlebih-lebih ketika Raja Belanda memerintahkan prajuritnya untuk menangkap dirinya!

              Adik kandung Suhunan yang mengkhianati kakak kandung dan juga negerinya itu pun akhirnya menemui kematiannya setelah dilaksanakan hukuman pancung pada dirinya.

              Sementara Ratu Agung sendiri kembali ke kampung halamannya di daerah Sukadana setelah Suhunan memberinya izin. Warga Sukadana sangat menghormati sosok perempuan pemberani lagi sakti itu. Ratu Agung terus menetap di kampung halamannya itu hingga akhirnya menutup mata. Kepergiannya diratapi orang-orang yang mengetahui sepak terjangnya yang gagah berani ketika membela Palembang dari serangan pasukan Kompeni Belanda.


                   Kerajaan Palembang pada zaman dahulu diperintah oleh penguasa yang bergelar Suhunan. Suhunan yang memerintah ketika itu melaksanakan pemerintahannya dengan adil dan bijaksana. Segenap rakyat Palembang menghormati, mencintai, dan mematuhi titah Suhunan.

                   Suatu hari Suhunan mendengarakan tibanya pasukan Belanda untuk menyerang dan menjajah Palembang. Suhunan lantas menyiagakan segenap kekuatan untuk menghadapinya. Rakyat Palembang pun bersatu padu di belakang Suhunan. 

                   Mereka tidak ingin menjadi jajahan bangsa asing yang terkenal serakah, kejam, dan sewenang-wenang. Mereka nyatakan kesanggupan mereka untuk berkorban jiwa dan raga demi negeri tercinta.

                   Suhunan menunjuk dan menugaskan tiga kesatria perempuan Palembang untuk membantu pertahanan Kerajaan Palembang. Ketiganya adalah Putri Kembang Mustika, Putri Darah Putih, dan Putri Iran. Ketiganya ternama kesaktian dan keperwiraannya. Suhunan memerintahkan pula bagi mereka untuk menjadi pengawal pribadinya.

                   Kerajaan Palembang terus memperkuat pertahanannya. Berbagai senjata telah disiagakan. Begitu pula dengan meriam-meriam telah disiapkan menghadap sungai Musi yang diperkirakan akan menjadi pintu masuk datangnya pasukan penjajah tersebut.

                  Benar perkiraan mereka. Pasukan Kompeni Belanda dengan menaiki kapal-kapal besar memasuki Palembang melalui sungai Musi. Kedatangannya segera disambut dengan serangan gencar. Peluru-peluru meriam beterbangan ke arah kapal-kapal pasukan Kompeni Belanda, menimbulkan kerusakan dan kehancuran. 

                  Kian gencar serangan kekuatan Kerajaan Palembang itu hingga pasukan Kompeni Belanda memutuskan untuk mundur. Bersorak-sorailah kekuatan Kerajaan Palembang mendapati mundurnya pasukan Kompeni Belanda yang berniat menjajah negeri mereka. Mereka menyangka pasukan Kompeni Belanda tidak akan berani lagi datang ke Palembang.

                   Perkiraan rakyat Palembang meleset, sebulan kemudian pasukan Kompeni Belanda kembali datang. Jauh lebih banyak kekuatan pasukan mereka dibandingkan kedatangan mereka yang pertama. Ketika itu kekuatan Kerajaan Palembang tidak setangguh dan sesiap seperti ketika mereka menghadapi tibanya pasukan Kompeni Belanda sebulan sebelumnya. Pasukan Kompeni Belanda dapat memporak-porandakan kekuatan Kerajaan Palembang hingga rakyat Palembang tercerai- berai dan berlarian untuk menyelamatkan diri.

                  Suhunan tetap bertahan dan terus menggelorakan semangat perlawanan. Begitu pula dengan Putri Kembang Mustika, Putri Darah Putih, dan Putri Iran. Ketiganya tetap berada di dekat Suhunan dan siap menangkis serangan yang mernbahayakan jiwa penguasa Kerajaan Palembang itu.Dongeng Cerita Rakyat Nusantara Kisah Ratu Agung

                  Menghadapi kekuatan pasukan Kompeni Belanda itu Putri Kembang Mustika menunjukkan kesaktian luar biasanya. Ketika peluru-peluru meriam datang berdesingan, ia bergerak sigap lagi gesit untuk menangkapnya. Kesaktian Putri Kembang Mustika itu benar-benar mencengangkan dan membuat pasukan Kompeni Belanda keheranan. 

                   Berulang-ulang peluru meriam ditembakkan, berulang-ulang pula Putri Kembang Mustika dapat menangkapnya dengan mudah. Persediaan peluru meriam pasukan Kompeni Belanda terus berkurang karena peluru-peluru yang mereka tembakkan menjadi sia-sia karena ditangkap Putri Kembang Mustika. Mereka akhirnya memilih mundur setelah peluru-peluru meriam mereka habis dan serangan balik kekuatan Kerajaan Palembang kian deras tertuju kepada mereka.

                  Suhunan sangat bangga dan kagum mendapati kehebatan Putri Kembang Mustika. Suhunan kemudian mengangkat Putri Kembang Mustika menjadi saudara Putri Darah Putih dan menggelari Putri Kembang Mustika dengan gelar Ratu Agung.

                 Dua kali berniat menundukkan dan menjajah Palembang namun dua kali itu pula mereka terpukul mundur membuat pasukan Kompeni Belanda tidak lagi berniat menyerang Palembang.

                  Palembang kembali aman dan damai. Suhunan kembali memerintah dengan segala keadilan dan kebijaksanaannya yang senantiasa mengutamakan kesejahteraan. Sayang, tidak semua orang Palembang senang berada dalam kedamaian itu. Salah seorang dari mereka yang tidak senang itu bahkan termasuk kerabat dekat Suhunan sendiri, adik kandung Suhunan sendiri.

                  Adik kandung Suhunan berniat menjadi suhunan. Ia lantas merencanakan siasat licik. Ia mengirimkan sepucuk surat ke Kerajaan Belanda. Disebutkannya kekuatan Palembang waktu itu tidak lagi tangguh dan perkasa. Jika kekuatan Kerajaan Belanda menyerang, niscaya Kerajaan Palembang akan dapat ditaklukkan. Terlebih- Iebih, ia akan membantu memperlemah kekuatan Kerajaan Palembang dari dalam. Untuk semua itu adik kandung Suhunan meminta imbalan dengan diangkat menjadi Suhunan.

                  Kekuatan Kerajaan Belanda segera disiagakan dan diberangkatkan menuju Palembang. Mereka telah menyiapkan siasat khusus untuk mengalahkan kekuatan Kerajaan Palembang. Mereka telah membungkus ringgit-ringgit hingga membentuk bulatan-bulatan seperti peluru-peluru meriam. Jika meriam ditembakkan, ringgit-ringgit itu beterbangan. Rakyat Palembang tentu akan berebut ringgit-ringgit itu hingga mengabaikan pertahanan mereka.

                 Di Palembang sendiri adik kandung Suhunan telah pula menyiapkan siasat khusus. Dengan diam-diam ia membuang peluru-peluru meriam dan menggantinya dengan buah-buah jeruk yang dibentuknya menyerupai peluru meriam.

                 Pasukan Kompeni Belanda akhirnya tiba di Palembang, Suhunan segera menyiagakan kekuatannya untuk menghadapi dan menghalau. Meriam-meriam disiagakan dan tak berapa lama kemudian mulai ditembakkan. 

                 Amat terperanjat para prajurit penembak meriam ketika mendapati tembakan mereka tidak berdampak apapun setelah mengena pada sasaran yang mereka bidik. Baru kemudian mereka dapati kemudian jika peluru- peluru yang mereka gunakan untuk menembak ternyata hanyalah buah-buah jeruk!

                Adapun siasat yang diterapkan pasukan Kompeni Belanda berjalan sesuai rencana mereka. Ketika buntalan-buntalan berisi ringgit-ringgit itu ditembakkan, rakyat berebut mengambil ringgit-ringgit yang beterbangan dan berjatuhan. 

                Rakyat menjadi lengah dan tidak membantu para prajurit Kerajaan Palembang yang tengah menghadapi kekuatan pasukan Kompeni Belanda. Porak-porandalah akhirnya kekuatan Kerajaan Palembang.

               Menghadapi keadaan genting tersebut Putri Kembang Mustika, Putri Darah Putih, dan Putri Iran segera mengungsikan Suhunan.

               Mundurnya Suhunan segera diikuti kerabat dan juga para prajurit Palembang. Istana kerajaan pun akhirnya kosong ketika pasukan Kerajaan Belanda memasukinya. Mereka hanya menemukan adik kandung Suhunan yang terlihat gembira menyambut kedatangan mereka.

               Adik kandung Suhunan menghadap Raja Belanda. Katanya, “Hamba yang telah mengirim surat kepada Tuan. Hamba juga telah melemahkan pasukan Kerajaan Palembang dengan mengganti peluru-peluru meriam mereka dengan buah-buah jeruk.

                Bukankah serangan mereka menjadi sia-sia dan tidak berarti? Bukankah pasukan Belanda akhirnya dapat mengalahkan kekuatan Palembang dengan mudah? Itu semua karena jerih payah hamba, Tuan. Oleh karena itu hendaklah Tuan mengangkat hamba menjadi Suhunan yang baru.”

                 Raja Belanda mencibirkan bibirnya. “Engkau telah nyata-nyata mengkhianati saudara kandung dan juga negerimu sendiri! Engkau tega hati untuk melakukannya hanya karena keserakahan dan keinginanmu semata-mata untuk berkuasa. Maka, jika engkau kuangkat menjadi Suhunan, niscaya engkau pun pasti akan tega hati untuk mengkhianatiku di kemudian hari!”

                Mati-matian adik kandung Suhunan memberikan janji-janjinya untuk senantiasa setia terhadap Raja Belanda.

               “Sifatmu bukan menunjukkan sifat orang yang setia. Engkau bersifat pengkhianat. Seorang Suhunan tidak seharusnya bersifat khianat seperti dirimu itu!” jawab Raja Belanda.

               Alangkah kecewanya adik kandung Suhunan mendengar jawaban Raja Belanda. Sama sekali ia tidak menduga mendapat jawaban seperti itu dari Raja Belanda. Musnahlah harapannya untuk menjadi Suhunan. Ia terjepit dan merasa sama sekali tidak berdaya. Terlebih-lebih ketika Raja Belanda memerintahkan prajuritnya untuk menangkap dirinya!

              Adik kandung Suhunan yang mengkhianati kakak kandung dan juga negerinya itu pun akhirnya menemui kematiannya setelah dilaksanakan hukuman pancung pada dirinya.

              Sementara Ratu Agung sendiri kembali ke kampung halamannya di daerah Sukadana setelah Suhunan memberinya izin. Warga Sukadana sangat menghormati sosok perempuan pemberani lagi sakti itu. Ratu Agung terus menetap di kampung halamannya itu hingga akhirnya menutup mata. Kepergiannya diratapi orang-orang yang mengetahui sepak terjangnya yang gagah berani ketika membela Palembang dari serangan pasukan Kompeni Belanda.

Most Viewed

► RECOMMENDED

CopyRight © 2016 DongengLah | BLOG RIEZKYAA RK | R.K | RIZKY KUSWARA |